Hak cipta bukanlah lawan dari open source. Open source bukanlah software tanpa lisensi. Lho kok bisa gitu? Ya, ini diskusi yang coba saya angkat di acara seminar bertema “Haki dan Bagaimana Islam Mensikapinya” yang diadakan oleh Studi Islam Teknik Computer (SITC), Jurusan Teknik Informatika, ITS Surabaya tanggal 22 Maret 2008 lalu. Saya membawakan materi bareng mas Fahmi Amhar (Bakorsurtanal). Saya kebagian untuk HaKI dan teknologi informasinya, sedangkan mas Fahmi Amhar dari sudut pandang Islamnya. Materi saya berikan komprehensif, mulai dari mengenalkan apa itu HaKI, bagaimana pandangan Islam dan juga bagaimana HaKI masuk ke ranah teknologi informasi, khususnya masalah software. Tertarik diskusi tentang HaKI khususnya berhubungan dengan software dan dokumentasinya? Materi lengkap juga saya sediakan untuk bisa didownload.
Diskusi saya mulai dengan memberikan gambaran
bagaimana Hak atas Kekayaan Intelektual atau sering disebut orang dengan
HAKI, HaKI, HKI atau IPR (Intellectual Property Rights) mengitari
bisnis Amazon.Com. Ada
yang di-patent-kan seperti 1-click patent, ada yang di-copyright-kan,
ada yang trademerknya didaftarkan, dsb. Intinya ternyata ada banyak
ragam HaKI itu. HaKI kalau kita kupas satu persatu bisa membawa arti
sebagai berikut:
-
Hak: kemilikan, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu menurut hukum
-
Kekayaan: sesuatu yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual
-
Kekayaan Intelektual: Kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, lagu, karya tulis, karikatur, dsb.
Kesimpulannya HaKI adalah hak dan kewenangan untuk
berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual, yang diatur oleh norma-norma
atau hukum-hukum yang berlaku. Dan HaKI bukanlah hak azasi, tapi
merupakan hak amanat karena diberikan oleh masyarakat melalui peraturan
perundangan.
Sejarah HaKI dimulai di Venice, Italia tahun 1470
ketika mereka mengeluarkan UU HaKI pertama yang melindungi Paten.
Peneliti semacam Caxton, Galileo dan Guttenberg menikmati
perlindungan dan memperoleh hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum
Paten di Venice diadopsi oleh kerajaan Inggris di tahun 1623 (Statute of
Monopolies). Amerika Serikat sendiri baru memiliki UU Paten tahun 1791.
Terbentuklah konvensi untuk standarisasi, pembahasan
masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan dan prosedur
mendapatkan hak, yaitu:
-
Paris Convention (1883) untuk masalah paten, merek dagang dan desain
-
Berne Convention (1886) untuk masalah copyright atau hak cipta
Konvensi ini memutuskan membentuk United
International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang
kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization
(WIPO). Setelah itu WIPO menjadi badan administratif khusus PBB, dan
WIPO menetapkan 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia
di tahun 2001. Muncul persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan
(GATT) di Maroko (15 April 1994). Dan Indonesia sepakat untuk
melaksanakan persetujuan tersebut dengan mengeluarkan UU No 7 tahun 1994
tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Nah
semua undang-undang HaKI di Indonesia, baik berupa Paten, Hak Cipta,
Merek Dagang, dsb nanti merujuk ke WIPO dan WTO
Ok sekarang ragam HaKI itu apa saja sih? Di Indonesia HaKI diakui ragamnya seperti di bawah ini.
-
Hak Cipta (Copyright) : UU No 19 Tahun 2002. Hak cipta melindungi karya (ekspresi ide)
-
Paten (Patent): UU No 14 Tahun 2001. Paten melindungi ide
-
Merk Dagang (Trademark): UU No 15 tahun 2001. Contoh: Kacang Atom merk Garuda, Minuman merek Coca Cola
-
Rahasia Dagang (Trade Secret): UU No 30 Tahun 2000. Contoh: Rahasia dari formula Coca Cola
-
Service Mark. Contoh: Lampu Phillips dengan service mark “Terus Terang Phillips Terang Terus”
-
Desain Industri: UU No 31 Tahun 2000
-
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu:UU No 32 Tahun 2000
Bagaimana HaKI menurut pandangan Islam? Saya tidak memiliki kafaah syar’i, sehingga saya hanya mengutip dua pandangan di bawah:
-
Rangkuman dari Qarar Majma Al-Fiqh Al-Islami No 5, Muktamar Kelima, 10-15 Desember 1988, Kuwait. HaKI adalah merupakan urf (kebiasaan di masyarakat) yang diakui sebagai jenis dari suatu kekayaan di mana pemiliknya berhak atas semua itu. Boleh diperjual-belikan dan merupakan komoditi
-
Rangkuman dari sahabat saya Ust. Ahmad Sarwat, Lc dari Eramuslim.Com. Islam mengakui hak cipta sebagai hak milik atau kekayaan yang harus dijaga dan dilindungi. Membajak hasil karya orang lain termasuk pencurian dan tindakan yang merugikan hak orang lain. Bagaimana jika Seseorang terpaksa menggunakan program khusus (belum ada pilihan lain) karena harganya tidak terjangkau, padahal manfaatnya vital dan berhubungan dengan hajat hidup orang banyak? beberapa ulama memberikan keringanan. Sedangkan membajak program secara massal dan profesional? haram secara mutlak.
Berikutnya kita akan bahas tentang HaKI dalam
teknologi informasi khususnya dalam perlindungan terhadap perangkat
lunak (software).
Di Indonesia, HaKI dalam Perangkat Lunak dimasukkan
dalam kategori Hak Cipta (Copyright). Di negara lain, selain Hak Cipta,
perangkat lunak juga bisa dipatenkan, meskipun sebenarnya yang
dipatenkan adalah ide alias business modelnya (Business Model Patent),
contohnya Amazon dengan 1-Click Patent.
Perlu kita beri catatan bahwa hak cipta memberi hak
kepada pencipta untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut, membuat
produk derivatif dan menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain
(lisensi). Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
Hak cipta tetap dilindungi oleh hukum meskipun tidak didaftarkan ke
Ditjen HAKI.
Pada paragraf diatas saya sebut bahwa proses
penyerahan hak tersebut kepada orang lain adalah dengan sistem lisensi.
Misalnya, microsoft membuat sebuah perangkat lunak bernama Microsoft
Office. Microsoft menjual produknya ke publik, artinya Microsoft memberi
hak kepada seseorang yang membeli Microsoft Office untuk “memakai”
perangkat lunak tersebut, ini yang disebut dengan lisensi. Orang
tersebut tidak diperkenankan membuat salinan Microsoft Office untuk
kemudian dijual kembali atau bahkan memodifikasinya, karena hak tersebut
tidak diberikan oleh Microsoft (hanya hak memakai yang diberikan).
Nah, serah terima hak cipta (lisensi) tidak harus
berhubungan dengan pembelian/penjualan seperti kasus Microsoft Office
diatas. Kita ambil contoh lisensi GPL (GNU Public License)
yang umum digunakan pada perangkat lunak open source. Lisensi GPL
memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan, mengubah, bahkan
menjual sebuah ciptaan asalkan modifikasi atau produk derivasi dari
ciptaan tersebut memiliki lisensi yang sama. Ini yang saya sebut
pada kalimat pembuka bahwa open source-pun memiliki lisensi dan
sebenarnya juga dilindungi oleh hukum hak cipta. Adalah sebuah kesalahan menyebut software open source sebagai software tanpa lisensi atau nirlisensi.
Jadi kebalikan atau lawan dari hak cipta bukanlah
open source. Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan yang
sudah masuk ke ranah public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh
pihak lain. Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya
menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluwarsa
yang membawanya ke public domain. Contoh: lagu-lagu klasik sebagian
besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu
kadaluwarsa hak cipta.
Ok berikutnya, bagaimana dengan paten dalam perangkat lunak?
Saya perjelas bahwa paten melindungi sebuah ide,
bukan ekspresi dari ide tersebut (karya). Pada hak cipta, orang lain
berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat
berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada
paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara
bekerjanya sama dengan ide yang dipatenkan. Paten berasal dari ide yang
orisinil. Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang menemukan ide
tersebut sebelumnya, maka hak paten tersebut dapat dibatalkan.
Contoh paten dalam perangkat lunak adalah algoritma Pagerank
dipatenkan oleh Stanford University, trademerk atas nama Google.
Pagerank dipatenkan di kantor paten Amerika Serikat. Pihak lain di
Amerika Serikat tidak dapat membuat sebuah karya berdasarkan algoritma
Pagerank, kecuali ada perjanjian dengan Stanford University (Google).
Paten dalam software apakah merugikan atau
menguntungkan? Ini jadi perdebatan besar dan masalahnya sangat pelik.
Saya akan bahas di lain posting saja
Sumber: http://romisatriawahono.net/2008/04/22/antara-haki-islam-dan-teknologi-informasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar