Banyak pihak yang tidak terima, ketika Sony Arianto Kurniawan (sony-ak.com)
disomasi oleh Sony Corp lantaran nama "Sony" yang melekat di situs
pribadinya--cuma karena alasan kalau-kalau situs dengan label "Sony" itu
disalahgunakan dan bisa merusak merek dagangnya. Sony AK yang menjadi
korban pun dihadapkan oleh kuasa hukum Sony Corp dengan dua pilihan
sulit: melepas nama "Sony" atau diseret ke meja hijau. Namun Sony AK
memilih untuk bertahan.
Ia tidak sendirian, banyak pihak yang mendukung
dia, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Kasus sengketa nama domain
ini pun bergulir cepat bak bola salju, ketika para sahabat Sony AK
membuat sebuah grup penggalang dukungan di Facebook dengan nama: "Sony, Jangan Renggut Nama Temanku!".
Sejauh ini anggota grup itu sudah lebih dari 5.800 orang. Selain
ancaman somasi balik terhadap Sony Corp, raksasa elektronik itu juga
semakin tertekan dengan ancaman boikot atas produk-produknya. Seruan
untuk memboikot produk Sony pun mulai ramai disuarakan di Twitter dan
Facebook melalui berbagai grup di situs jejaring itu. (sumber : detik.com, Minggu, 14/03/2010 14:21 WIB)
Teknologi Informasi
Permasalahan Sony A.K versus Sony Corp, merupakan “refleksi digitalmania”
memang, disadari ataupun tidak hampir seluruh aktivitas atau urusan
keseharian hidup, akademisi maupun industriawan berkaitan dengan urusan
teknologi—baik teknologi sederhana maupun teknologi modern yang dapat
diterapkan dalam bidang industri— ,tidak dapat terlepas dari aspek
bidang hak kekayaan intelektual (Intellectual property right)
dalam berbagai bentuk perwujudan maupun aplikasinya. Dalam hal ini,
teknologi telekomunikasi dipadukan dengan komputer oleh ARPAnet (Advanced Reseach Projects Agency Network), telah melahirkan teknologi informasi (information technology).
Praktisnya, teknologi informasi baik teknologi informasi berbasis
riil (nyata) maupun virtual (maya) tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai
sarana untuk saling berkomunikasi, untuk penyebaran dan pencarian data,
untuk kegiatan belajar mengajar, untuk melakukan transaksi bisnis, baik
business to business (B to B) ataupun business to Consumer (B to C). Dengan kata lain, Teknologi informasi tersebut mampu memberikan aneka manfaat tersebut dikenal dengan nama internet .
Pedang Bermata Dua
Di era perubahan serba cepat, internet telah mengubah perilaku
masyarakat dan peradaban manusia secara global, karenanya internet telah
mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas, menyebabkan dunia
menjadi tanpa batas (borderless) dan internet merupakan alat komunikasi
terpopuler, berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha, artis,
penyanyi sampai kalangan masyarakat biasa telah menikmati internet,
dengan terjadinya peningkatan jumlah pemasangan website atau situs
(alamat situs web) di internet, dengan berbagai macam tujuannya, baik
untuk tujuan komersial maupun non komersial. Alamat situs web (domain
name; nama domain) di internet, berfungsi sebagai media penghubung
antara seseorang atau badan hukum yang memasang informasi dalam situs
web internet dengan para pemakai jasa internet.
Pemasangan alamat situs web (domain name; nama domain) di internet terus
bertambah dari waktu ke waktu, bagai pedang bermata dua, karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan
peradaban manusia, sekaligus juga menjadi sarana efektif perbuatan
melawan hukum, maupun cybercrime.
Perbuatan melawan hukum (PMH) di internet, pada gilirannya membuka
peluang terjadinya pelanggaran HKI baik bidang hak cipta, ataupun merek
(trademark), maupun bidang hak kekayaan intelektual lainnya, dalam salah
satu bentuknya berupa pelanggaran atau penyalahgunaan alamat situs web
(domain name; nama domain) berupa cybersquatting, cyberpirate.
Cybersquatting dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan dalam
pembelian suatu domain di Internet, dimana domain tersebut memiliki
penulisan yang mirip dengan nama perusahaan, nama orang, nama produk
dll., dan kemudian sang pembeli domain tersebut menjualnya dengan harga
tinggi kepada mereka yang berkaitan dengan nama domain tersebut.
Kadangkala Cybersquatting ini diartikan juga sebagai calo.
Di Indonesia, perkara cybersquatting, dapat dilihat pada kasus
mustika-ratu.com, dimana PT.Mustika Ratu tidak dapat mendaftarkan
mustika-ratu.com sebagai alamat websitenya, karena telah ada yang pihak
lain, dalam hal ini Tjandra Sugiono, telah mendaftarkan mustika-ratu.com
sebagai alamat websitenya. Mengutip berita pada tanggal 15 Oktober 2000
dari situs berita Riau Pos Online, dipaparkan bahwa sejak awal 1970-an,
Mooryati Soedibyo dan Martha Tilaar merupakan sahabat karib. Mereka
bekerja sama secara rukun berupaya agar jamu dan kosmetika tradisional
Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pada awalnya,
keduanya berjalan dengan satu merek yaitu Mustika Ratu. Kemudian pada
tanggal 7 Februari 1977 mereka sepakat untuk berpisah secara baik-baik.
Mustika Ratu tetap dipegang oleh Mooryati Soedibyo, sedangkan Martha
Tilaar mendirikan Martina Berto yang memegang merek Sari Ayu. Seiring
berjalannya waktu, ternyata persaingan yang timbul mulai meretakkan
hubungan mereka berdua. Pasalnya, baik Mustika Ratu yang mengeluarkan
produk dengan nama Mustika Ratu dan Martina Berto yang mengeluarkan
produk dengan nama Sari Ayu, ternyata memiliki produk dan segmen yang
sama persis. Beberapa produk bahkan keluar nyaris secara berbarengan
untuk menyaingi produk lainnya. Riau Pos Online mencatat semisal
kosmetik remaja Puteri ala Mustika Ratu yang segera mendapatkan saingan
merek Belia dari Sari Ayu. Kemudian produk Berto Tea Sari Ayu yang
keluar berbarengan dengan Slimming Tea Mustika Ratu. Kemudian Biokos
Skin Care Sari Ayu juga berhadap-hadapan dengan merek Biocos Mustika
Ratu. Chandra Sugiono yang pada awal bergabung ke Martina Berto sebagai
Manajer Internasional Marketing bulan September 1999, kemudian melakukan
suatu tindakan yang ternyata cukup fatal dikemudian hari. Dia
mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com pada 7 Oktober 1999. Dengan
beranggapan bahwa nama domain Mustika-Ratu.com sebagai merek dan
ternyata telah diambil oleh pihak seterunya, maka akhirnya pada 4
September 2000 Mustika Ratu melaporkan Martina Berto ke Mabes Polri.
Usut-punya-usut, ternyata Chandra telah mengundurkan diri dari Martina
Berto tertanggal 16 Juni 2000. Sebelum melaporkan ke polisi, Mustika
Ratu pada tanggal 29 Agustus 2000 di harian Suara Pembaruan dan 1
September 2000 telah memasang pengumuman untuk menarik atau mencabut
kembali pemuatan nama domain Mustika-Ratu.com terhitung dalam waktu 7
hari sejak tanggal dimuatnya pengumuman tersebut. Ternyata belum habis
masa 7 hari tersebut, Mustika Ratu sudah melaporkan ke polisi. Kemudian
pada tanggal 28 September 2000, nama domain Mustika-Ratu.com resmi
dicabut dari Network Sollutions. Pada tanggal 5 Oktober 2000 nama domain
tersebut diambil alih oleh Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 2
Agustus 2001 persidangan dimulai. Berhubung telah dinyatakan oleh
Chandra maupun Martha Tilaar bahwa pendaftaran nama domain tersebut sama
sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kebijakan Martina Berto, maka
pengadilan sepakat bahwa selaku terdakwa adalah Chandra Sugiono saja,
tanpa menyeret-nyeret Martina Berto.
Demikian pula di Amerika Serikat, kasus cybersquatting begitu
mendapat perhatian dari para perusahaan besar seperti dua tahun lalu
yang terjadi. Dilaporkan bahwa Verizon, salah satu perusahaan komunikasi
besar di dunia, memenangkan tuntutan pengadilan sebesar $31.15 juta
dari perusahaan pendaftar domain OnlineNIC. Dalam kasus Verizon ini,
pihaknya merasa dirugikan atas pendaftaran domain-domain yang memiliki
kemiripan nama domain dengan mereka dan lalu menuntut OnlineNIC, sebuah
perusahaan pendaftar domain/registrar untuk domain .asia .biz .com
.info .mobi .name .net .org .pro dan .tel. Pihak Verizon menuntut
OnlineNIC karena mendaftarkan 663 nama domain yang mirip atau justru
membingungkan terhadap merk dagang Verizon. Dua diantara dua nama domain
yang dianggap membingungkan pelanggan Verizon adalah
verizon-cellular.com dan buyverizon.net. Dan karena tuntutannya
dikabulkan oleh pengadilan Amerika Serikat maka kini Verizon harus
membayar ganti rugi sebesar $31.15 juta dan juga harus mentransfer nama
domain yang bermasalah kepada mereka. Selain Verizon terdapat dua
perusahaan besar lainnya yang merasa dirugikan oleh aksi cybesquatting
yaitu Microsoft dan Yahoo. Microsoft menuntut OnlineNIC atas aksi
cybersquatting pada 97 nama domain yang mirip dengan merk dagang mereka
termasuk Windows, Encarta dan Halo. Sedangkan Yahoo menuntut OnlineNIC
atas aksi cybersquatting pada 500 nama domain yang mirip atau dapat
membingungkan para penggunanya termasuk yahoozone.com,
yahooyahooligans.com dan denverwifesexyahoo.com.
Sedangkan perkara cyberpirate dapat dilihat
dalam perkara yang terjadi di Amerika Serikat antara Panavison
Internasional,L.P. vs Toeppen dan yang terjadi di Hongkong dalam perkara
Inter IKEA B.V. vs Cinet Information Co.Ltd.
Proses registrasi akan memberikan akses ke control panel pada
situs web registrar yang bersangkutan dimana pemilik domain dapat
melakukan pengesetan lebih lanjut, terutama untuk mengaitkan domain
miliknya dengan alamat IP host yang akan menggunakan domain tersebut.
Sepintas biaya yang harus dikeluarkan untuk sebuah domain relatif kecil,
namun dalam kenyataannya hal yang sebaliknya bisa saja terjadi. Apa
pasal? Sebagai suatu identitas di dunia maya, domain memiliki peran yang
signifikan bagi pelaku bisnis. Setiap pemilik domain tentu berharap
agar nama domain mereka berkorelasi dengan nama perusahaan atau produk
yang hendak ditampilkan melalui media internet. Ini tentu tidak menjadi
masalah apabila domain yang diincar tersebut memang belum ada yang
memiliki. Tapi kalau sudah? Tentu hanya ada dua alternatif. Yang
pertama, adalah mencari domain lain yang juga cocok (dan belum ada yang
punya), dan alternatif kedua adalah dengan membeli domain tersebut dari
pemiliknya, tentu saja dengan harga yang ia minta. Kenyataan semacam ini
membuat domain sering dimanfaatkan sebagai objek spekulasi yang
menguntungkan. Para “spekulan domain” bekerja dengan modus membeli
domain-domain tertentu untuk kemudian dianggurkan dengan harapan suatu
saat ada pihak yang membutuhkan domain tersebut dan kemudian bersedia
membeli dengan harga tinggi. Aktifitas ini dikenal sebagai cybersquatting, dan pelakunya biasa disebut cybersquatter.
Nama Domain
Seorang praktisi hukum dan juga praktisi hak kekayaan intelektual serta
akademisi, mendefinisikan bahwa nama domain adalah nama suatu situs di
internet (computer address). Lebih jauh menurut seorang praktisi
teknologi informasi, peneliti dan akademisi, menyatakan bahwa nama
domain dapat dianggap sebagai identitas di Internet.
Sistem pengalamatan atau sistem pencatatan alamat dalam jaringan
internet sebenarnya terdiri atas bagiab, yaitu: pertama, alamat internet
protokol (IP Address) yang dipresentasikan dengan angka-angka ataupun
penomoran dalam jaringan. Kedua,. sistem pengalamatan nama domain
(Domain names sistem atau DNS) atau sistem pencatatan nama domain, yang
dipresentasikan dengan huruf atau angka (alphanumeric) agar lebih mudah
untuk diingat oleh para pengguna terhadap IP address itu sendiri, secara
teknis atau dikenal dengan alamat dengan sistem mnemonic.
Secara garis besar nama domain dibedakan dalam dua klasifikasi, yakni:
Pertama,
Top Level Domain dengan menyebutkan nama negara atau berbasis teritory
(Country Code Top Level Domain atau ccTLD) : .id (baca: dot id) untuk
negara Indonesia; .fr (baca: dot fr) untuk Perancis; .jp (baca: dot jp)
untuk Jepang; .uk (baca: dot uk) untuk Inggris dan lain sebagainya.
Kedua, Top Level Domain yang bersifat umum tanpa menyebutkan nama negara
(Generic Top Level Domain atau gTLD), yang dibedakan atas dua jenis
lagi yakni: a. yang bersifat open (contoh: .com, .org, .net) dan; b.
yang bersifat restrectid (contoh: .edu, .gov, .mil).
Pada mulanya pengelolaan
gTLD dilakukan oleh IANA (Internet Assigned Number Authority) yang
kemudian mendelegasikan operasionalnya kepada Network Solutions, Inc.
(NSI) atau InterNIC (the Internet Network Information Centre)
berdasarkan kontrak dengan Yayasan Ilmu Pengetahuan Nasional (the
National Science Foundation atau NSF Amerika). Saat ini pengelolaan gTLD
dikoordinir oleh ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and
Number) dan beberapa registrar (yang terakreditasi oleh ICANN).
Sistem
Pendaftaran nama domain dilakukan dengan menerapkan prinsip ‘first come
first served’. Artinya, keberadaan suatu nama domain dalam internet
baru ada jika ada seseorang atau suatu pihak yang mendaftark atau
meminta nama domain (Registrant) terlebih dahulu kepada sistem. Biasanya
untuk mengetahui apakah sebuah nama domain telah didaftarkan oleh pihak
lain ataukah belum, pendaftar harus menghubungi organisasi pendaftar
nama domain terlebih dahulu.
Disisi
lain adapula yang berpendirian bahwa nama domain tersebut mempunyai dan
termasuk rezim hak kekayaan intelektual, khususnya merek. Karena nama
domain dimaksudkan sebagai suatu yang mudah di ingat, dikenal dan
dikaitkan dengan pemiliknya, maka nama domain bisa dianggap sebagai
sesuatu yang mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dengan fungsi dan
tujuan merek. Penamaan domain berkaitan erat dengan nama perusahaan dan atau produk (servis) yang dimilikinya.
Adakalanya suatu nama domain dapat dilindungi dengan hukum merek,
karenanya nama domain menjadi kepemilikan dan merupakan salah satu
bentuk atau bidang hak kekayaan intelektual.
Untuk memudahkan pengoperasian nama domain tersebut, secara
internasional telah dibuat singkatan generik (Generic Abbreviation) yang
menunjukkan jenis kegiatan atau organisasi alamat yang memiliki domain
tersebut, misalnya: com (Commercial), edu (Education Institution), gov
(Govermen Agencies), org (Organization), mil (Military), net
(Network).
Pada tahun 1996 panitia Ad Hoc internasional/International Ad Hoc
Committee (IAHC) yang melibatkan beberapa organisasi internasional,
seperti masyarakat internet (ISOC), Internet Assigned Number Authority
(IANA), Internet Architecture Board (IAB), Federal Networking Council
(FNC), ITU, dan WIPO, telah berhasil membuat tujuh top level domain name
baru, sebagai tambahan dari TLDs (Top Level Domain Name’s) yang sudah
dikenal selama ini, yaitu: firm (untuk bisnis dan firma); store (untuk
bisnis menawarkan barang-barang untuk dijual); web (untuk badan-badan
yang berhubungan dengan web); arts (Badan-badan yang bergerak di bidang
budaya dan kegiatan hiburan) ; .rec (untuk badan-badan yang bergerak di
sektor rekreasi dan hiburan); info (untuk badan-badan yang menawarkan
jasa informasi); nom (untuk badan-badan yang menginginkan nomenclature
(tata nama) yang bersifat pribadi).
Untuk mendaftarkan sebuah nama domain melalui Network Solution,
seseorang cukup membuka situs InterNIC dan mengisi sejumlah form,
selanjutnya InterNIC akan memverifikasi mengenai hak pendaftar untuk
memilih suatu nama tertentu, tetapi pendaftar harus menyetujui
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam “NSI’s domain name dispute
resolution policy,” sehingga bilamana ada pihak sebagai telah memakai
merek dagang yang sudah dikenal mengajukan klaim terhadap permohonan
registrasi nama domain, maka NSI akan menangguhkan pemakaian sebuah nama
domain yang diklaim tersebut.
Perspektif Hukum
Bagaimana aspek perlindungan HKI atas nama domain di jaringan
internet, bilamana kita bertolak dari uraian diatas, dan tentunya
menjadi pertanyaannya, apakah nama domain termasuk rezim hak kekayaan
intelektual ataukah tidak?.Dan kemudian, apakah sengketa nama domain
dapat diselesaikan dengan pendekatan rezim hak kekayaan intelektual?
Berkenaan dengan nama domain dengan HKI masih timbul
perdebatan. Setidaknya terdapat dua aliran, dimana yang satu menyatakan
bahwa nama domain tidak termasuk rezim hak kekayaan intelektual. Tetapi
disisi lain ada juga pandangan yang menyatakan bahwa nama domain
termasuk rezim hak kekayaan intelektual, khususnya merek.
Nama domain bukan merupakan hak kekayaan intelektual, sehingga nama
domain tidak dilindungi hukum sebagaimana hak kekayaan intelektual pada
umumnya, khususnya seperti hak cipta, paten dan merek.
Antara nama domain (domain name) dengan merek pada umumnya termasuk
merek dagang (trademark), terdapat perbedaan sebagai berikut, nama
domain bukan merupakan hak milik yang dilindungi, sebagai akibatnya,
walaupun telah diberikan, nama domain masih tetap dapat dituntut, sangat
unik dan hanya bisa terdapat satu diseluruh dunia (tidak bisa ada nama
domain yang persisi sama untuk dua subjek hukum yang berbeda), lebih
fleksibel dan bisa bersifat deskriptif, hanyalah alamat computer,
pemilik merek mendapat perlindungan perlindungan hukum atas merek
tersebut, merek yang sama dapat dimiliki oleh dua orang yang berbeda,
sepanjang tidak melindungi jenis-jenis barang yang sama dalam satu kelas
atau bukan karena berasal dari negara yang sama, harus memiliki daya
pembeda yang membedakan merek tersebut untuk barang sejenis, yang
diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang berbeda, dapat berperan
sebagai indikasi asal suatu barang.
Lebih jauh nama domain (domain name) tidak sama dengan merek pada
umumnya termasuk merek dagang (trademark), karena sangat berbeda
konstruksi hukumnya ataupun nuansa hukum yang mendasarinya (legal
sense), dengan uraian singkat sebagai berikut: Nama Domain Merek yakni,
eksistensinya berfungsi sebagai alamat dan nama sistem jaringan
komputerisasi dan telekomunikasi, lebih bersifat sebagai alamat yang
diberikan oleh masyarakat hukum pengguna internet, daripada sebagai
suatu properti., asasnya adalah berlaku universal yakni “First Come First Served Basis”,
tidak ada pemeriksaan substantif, sepanjang tidak dapat dibuktikan
beritikad tidak baik, perolehan nama domain bukanlah suatu tindakan yang
melawan hukum. • Eksistensinya berfungsi sebagai daya pembeda dalam
lingkup perindustrian dan perdagangan, lebih bersifat sebagai properti
karena merupakan kreasi intelektual manusia yang dimintakan haknya
kepada negara untuk kepentingan industri dan perdagangan, asasnya ada
menganut “First to Filed” dan ada yang menganut “First to Used”, harus ada pemeriksaan subtantif, sepanjang tidak diberikan lisensi oleh yang berhak, penggunaan merek merupakan pelanggaran.
Praktisi HKI, JB Lumenta, mengemukakan bahwa sebetulnya untuk kasus
domain name yang pendaftar (registrant) domain name maupun pemilik merek
adalah sama-sama warga negara atau badan hukum Indonesia seperti kasus
mustika-ratu.com, UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek di bawah Yurisdiksi
Indonesia sudah cukup memadai untuk dijadikan dasar hukum.
Oleh karena itu, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar gugatan
ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan merek berdasarkan pasal 76 serta tuntutan pidana berdasarkan
pasal 90, dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pertama,
bukti bahwa penggugat memiliki hak yang sah atas merek terkait, melalui
pendaftaran atau pemakaian pertama. Tanggal pendaftaran atau pemakaian
merek pertama ini harus lebih dulu dari tanggal efektif pendaftaran nama
domain pihak registrant (Tergugat) tersebut. Kedua, nama domain tersebut memiliki persamaan keseluruhannya atau pada pokoknya (identical or confusingly similar) dengan merek Penggugat (pihak yang merasa dirugikan). Ketiga,
pihak registrant (Tergugat) tidak cuma sekedar mendaftarkan nama domain
tersebut, tetapi juga menggunakannya untuk memperdagangkan barang/jasa
yang sejenis. Namun untuk merek terkenal, unsur persamaan jenis
barang/jasa dapatlah dikesampingkan. Keempat, pihak registrant (Tergugat) telah mendaftarkan dan memakai nama domain dengan itikad buruk.
Namun demikian, akhirnya semoga saja permasalahan Sony A.K
versus Sony Corp bisa selesai dengan win-win solution, sebagaimana
harapan para sahabat Sony AK membuat sebuah grup penggalang dukungan di Facebook dengan nama: "Sony, Jangan Renggut Nama Temanku!". Dimana sejauh ini anggota grup itu sudah lebih dari 5.800 orang. Semoga!!!
Sumber: http://politikana.com/baca/2010/03/15/kasus-sengketa-nama-domain-sony-ak-versus-sony-corp.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar