Senin, 10 Desember 2012

Permasalahan Nama Domain : Sony AK Versus Sony Corp

Banyak pihak yang tidak terima, ketika Sony Arianto Kurniawan (sony-ak.com) disomasi oleh Sony Corp lantaran nama "Sony" yang melekat di situs pribadinya--cuma karena alasan kalau-kalau situs dengan label "Sony" itu disalahgunakan dan bisa merusak merek dagangnya. Sony AK yang menjadi korban pun dihadapkan oleh kuasa hukum Sony Corp dengan dua pilihan sulit: melepas nama "Sony" atau diseret ke meja hijau. Namun Sony AK memilih untuk bertahan.
Ia tidak sendirian, banyak pihak yang mendukung dia, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Kasus sengketa nama domain ini pun bergulir cepat bak bola salju, ketika para sahabat Sony AK membuat sebuah grup penggalang dukungan di Facebook dengan nama: "Sony, Jangan Renggut Nama Temanku!". Sejauh ini anggota grup itu sudah lebih dari 5.800 orang. Selain ancaman somasi balik terhadap Sony Corp, raksasa elektronik itu juga semakin tertekan dengan ancaman boikot atas produk-produknya. Seruan untuk memboikot produk Sony pun mulai ramai disuarakan di Twitter dan Facebook melalui berbagai grup di situs jejaring itu. (sumber : detik.com, Minggu, 14/03/2010 14:21 WIB)


Teknologi Informasi  

Permasalahan Sony A.K versus Sony Corp, merupakan “refleksi digitalmania” memang, disadari ataupun tidak hampir seluruh aktivitas atau urusan keseharian hidup, akademisi maupun industriawan berkaitan dengan urusan teknologi—baik teknologi sederhana maupun teknologi modern yang dapat diterapkan dalam bidang industri— ,tidak dapat terlepas dari aspek bidang hak kekayaan intelektual (Intellectual property right) dalam berbagai bentuk perwujudan maupun aplikasinya. Dalam hal ini, teknologi telekomunikasi dipadukan dengan komputer oleh ARPAnet (Advanced Reseach Projects Agency Network), telah melahirkan teknologi informasi (information technology).
    Praktisnya, teknologi informasi baik teknologi informasi berbasis riil (nyata) maupun virtual (maya) tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, untuk penyebaran dan pencarian data, untuk kegiatan belajar mengajar, untuk melakukan transaksi bisnis, baik business to business (B to B) ataupun business to Consumer (B to C). Dengan kata lain, Teknologi informasi tersebut mampu memberikan aneka manfaat tersebut dikenal dengan nama internet .

Pedang Bermata Dua

Di era perubahan serba cepat, internet telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global, karenanya internet telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas, menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan internet merupakan alat komunikasi terpopuler, berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pengusaha, artis, penyanyi sampai kalangan masyarakat biasa telah menikmati internet, dengan terjadinya peningkatan jumlah pemasangan website atau situs (alamat situs web) di internet, dengan berbagai macam tujuannya, baik untuk tujuan komersial maupun non komersial. Alamat situs web (domain name; nama domain) di internet, berfungsi sebagai media penghubung antara seseorang atau badan hukum yang memasang informasi dalam situs web internet dengan para pemakai jasa internet.
Pemasangan alamat situs web (domain name; nama domain) di internet terus bertambah dari waktu ke waktu, bagai pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus juga menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum, maupun cybercrime.
Perbuatan melawan hukum (PMH) di internet, pada gilirannya membuka peluang terjadinya pelanggaran HKI baik bidang hak cipta, ataupun merek (trademark), maupun bidang hak kekayaan intelektual lainnya, dalam salah satu bentuknya berupa pelanggaran atau penyalahgunaan alamat situs web (domain name; nama domain) berupa cybersquatting, cyberpirate.
Cybersquatting dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan dalam pembelian suatu domain di Internet, dimana domain tersebut memiliki penulisan yang mirip dengan nama perusahaan, nama orang, nama produk dll., dan kemudian sang pembeli domain tersebut menjualnya dengan harga tinggi kepada mereka yang berkaitan dengan nama domain tersebut. Kadangkala Cybersquatting ini diartikan juga sebagai calo.
Di Indonesia, perkara cybersquatting, dapat dilihat pada kasus mustika-ratu.com, dimana PT.Mustika Ratu tidak dapat mendaftarkan mustika-ratu.com sebagai alamat websitenya, karena telah ada yang pihak lain, dalam hal ini Tjandra Sugiono, telah mendaftarkan mustika-ratu.com sebagai alamat websitenya. Mengutip berita pada tanggal 15 Oktober 2000 dari situs berita Riau Pos Online, dipaparkan bahwa sejak awal 1970-an, Mooryati Soedibyo dan Martha Tilaar merupakan sahabat karib. Mereka bekerja sama secara rukun berupaya agar jamu dan kosmetika tradisional Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pada awalnya, keduanya berjalan dengan satu merek yaitu Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 7 Februari 1977 mereka sepakat untuk berpisah secara baik-baik. Mustika Ratu tetap dipegang oleh Mooryati Soedibyo, sedangkan Martha Tilaar mendirikan Martina Berto yang memegang merek Sari Ayu. Seiring berjalannya waktu, ternyata persaingan yang timbul mulai meretakkan hubungan mereka berdua. Pasalnya, baik Mustika Ratu yang mengeluarkan produk dengan nama Mustika Ratu dan Martina Berto yang mengeluarkan produk dengan nama Sari Ayu, ternyata memiliki produk dan segmen yang sama persis. Beberapa produk bahkan keluar nyaris secara berbarengan untuk menyaingi produk lainnya. Riau Pos Online mencatat semisal kosmetik remaja Puteri ala Mustika Ratu yang segera mendapatkan saingan merek Belia dari Sari Ayu. Kemudian produk Berto Tea Sari Ayu yang keluar berbarengan dengan Slimming Tea Mustika Ratu. Kemudian Biokos Skin Care Sari Ayu juga berhadap-hadapan dengan merek Biocos Mustika Ratu. Chandra Sugiono yang pada awal bergabung ke Martina Berto sebagai Manajer Internasional Marketing bulan September 1999, kemudian melakukan suatu tindakan yang ternyata cukup fatal dikemudian hari. Dia mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com pada 7 Oktober 1999. Dengan beranggapan bahwa nama domain Mustika-Ratu.com sebagai merek dan ternyata telah diambil oleh pihak seterunya, maka akhirnya pada 4 September 2000 Mustika Ratu melaporkan Martina Berto ke Mabes Polri. Usut-punya-usut, ternyata Chandra telah mengundurkan diri dari Martina Berto tertanggal 16 Juni 2000. Sebelum melaporkan ke polisi, Mustika Ratu pada tanggal 29 Agustus 2000 di harian Suara Pembaruan dan 1 September 2000 telah memasang pengumuman untuk menarik atau mencabut kembali pemuatan nama domain Mustika-Ratu.com terhitung dalam waktu 7 hari sejak tanggal dimuatnya pengumuman tersebut. Ternyata belum habis masa 7 hari tersebut, Mustika Ratu sudah melaporkan ke polisi. Kemudian pada tanggal 28 September 2000, nama domain Mustika-Ratu.com resmi dicabut dari Network Sollutions. Pada tanggal 5 Oktober 2000 nama domain tersebut diambil alih oleh Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2001 persidangan dimulai. Berhubung telah dinyatakan oleh Chandra maupun Martha Tilaar bahwa pendaftaran nama domain tersebut sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kebijakan Martina Berto, maka pengadilan sepakat bahwa selaku terdakwa adalah Chandra Sugiono saja, tanpa menyeret-nyeret Martina Berto.
Demikian pula di Amerika Serikat, kasus cybersquatting begitu mendapat perhatian dari para perusahaan besar seperti  dua tahun lalu yang terjadi. Dilaporkan bahwa Verizon, salah satu perusahaan komunikasi besar di dunia, memenangkan tuntutan pengadilan sebesar $31.15 juta dari perusahaan pendaftar domain OnlineNIC. Dalam kasus Verizon ini, pihaknya merasa dirugikan atas pendaftaran domain-domain yang memiliki kemiripan nama domain dengan mereka dan lalu menuntut OnlineNIC, sebuah perusahaan pendaftar  domain/registrar untuk domain .asia .biz .com .info .mobi .name .net .org .pro dan .tel.  Pihak Verizon menuntut OnlineNIC karena mendaftarkan 663 nama domain yang mirip atau justru membingungkan terhadap merk dagang Verizon. Dua diantara dua nama domain yang dianggap membingungkan pelanggan Verizon adalah verizon-cellular.com dan buyverizon.net. Dan karena tuntutannya dikabulkan oleh pengadilan Amerika Serikat maka kini Verizon harus membayar ganti rugi sebesar $31.15 juta dan juga harus mentransfer nama domain yang bermasalah kepada mereka. Selain Verizon terdapat dua perusahaan besar lainnya yang merasa dirugikan oleh aksi cybesquatting yaitu Microsoft dan Yahoo. Microsoft menuntut OnlineNIC atas aksi cybersquatting pada 97 nama domain yang mirip dengan merk dagang mereka termasuk Windows, Encarta dan Halo. Sedangkan Yahoo menuntut OnlineNIC atas aksi cybersquatting pada 500 nama domain yang mirip atau dapat membingungkan para penggunanya termasuk yahoozone.com, yahooyahooligans.com dan denverwifesexyahoo.com.
Sedangkan perkara cyberpirate dapat dilihat dalam perkara yang terjadi di Amerika Serikat antara Panavison Internasional,L.P. vs Toeppen dan yang terjadi di Hongkong dalam perkara Inter IKEA B.V. vs Cinet Information Co.Ltd.

Proses registrasi akan memberikan akses ke control panel pada situs web registrar yang bersangkutan dimana pemilik domain dapat melakukan pengesetan lebih lanjut, terutama untuk mengaitkan domain miliknya dengan alamat IP host yang akan menggunakan domain tersebut. Sepintas biaya yang harus dikeluarkan untuk sebuah domain relatif kecil, namun dalam kenyataannya hal yang sebaliknya bisa saja terjadi. Apa pasal? Sebagai suatu identitas di dunia maya, domain memiliki peran yang signifikan bagi pelaku bisnis. Setiap pemilik domain tentu berharap agar nama domain mereka berkorelasi dengan nama perusahaan atau produk yang hendak ditampilkan melalui media internet. Ini tentu tidak menjadi masalah apabila domain yang diincar tersebut memang belum ada yang memiliki. Tapi kalau sudah? Tentu hanya ada dua alternatif. Yang pertama, adalah mencari domain lain yang juga cocok (dan belum ada yang punya), dan alternatif kedua adalah dengan membeli domain tersebut dari pemiliknya, tentu saja dengan harga yang ia minta. Kenyataan semacam ini membuat domain sering dimanfaatkan sebagai objek spekulasi yang menguntungkan. Para “spekulan domain” bekerja dengan modus membeli domain-domain tertentu untuk kemudian dianggurkan dengan harapan suatu saat ada pihak yang membutuhkan domain tersebut dan kemudian bersedia membeli dengan harga tinggi. Aktifitas ini dikenal sebagai cybersquatting, dan pelakunya biasa disebut cybersquatter.

Nama Domain  

Seorang praktisi hukum dan juga praktisi hak kekayaan intelektual serta akademisi, mendefinisikan bahwa nama domain adalah nama suatu situs di internet (computer address). Lebih jauh menurut seorang praktisi teknologi informasi, peneliti dan akademisi, menyatakan bahwa nama domain dapat dianggap sebagai identitas di Internet.
Sistem pengalamatan atau sistem pencatatan alamat dalam jaringan internet sebenarnya terdiri atas bagiab, yaitu: pertama, alamat internet protokol (IP Address) yang dipresentasikan dengan angka-angka ataupun penomoran dalam jaringan. Kedua,. sistem pengalamatan nama domain (Domain names sistem atau DNS) atau sistem pencatatan nama domain, yang dipresentasikan dengan huruf atau angka (alphanumeric) agar lebih mudah untuk diingat oleh para pengguna terhadap IP address itu sendiri, secara teknis atau dikenal dengan alamat dengan sistem mnemonic.
Secara garis besar nama domain dibedakan dalam dua klasifikasi, yakni:
Pertama, Top Level Domain dengan menyebutkan nama negara atau berbasis teritory (Country Code Top Level Domain atau ccTLD) : .id (baca: dot id) untuk negara Indonesia; .fr (baca: dot fr) untuk Perancis; .jp (baca: dot jp) untuk Jepang; .uk (baca: dot uk) untuk Inggris dan lain sebagainya. Kedua, Top Level Domain yang bersifat umum tanpa menyebutkan nama negara (Generic Top Level Domain atau gTLD), yang dibedakan atas dua jenis lagi yakni: a. yang bersifat open (contoh: .com, .org, .net) dan; b. yang bersifat restrectid (contoh: .edu, .gov, .mil).
      Pada mulanya pengelolaan gTLD dilakukan oleh IANA (Internet Assigned Number Authority) yang kemudian mendelegasikan operasionalnya kepada Network Solutions, Inc. (NSI) atau InterNIC (the Internet Network Information Centre) berdasarkan kontrak dengan Yayasan Ilmu Pengetahuan Nasional (the National Science Foundation atau NSF Amerika). Saat ini pengelolaan gTLD dikoordinir oleh ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Number) dan beberapa registrar (yang terakreditasi oleh ICANN).
Sistem Pendaftaran nama domain dilakukan dengan menerapkan prinsip ‘first come first served’. Artinya, keberadaan suatu nama domain dalam internet baru ada jika ada seseorang atau suatu pihak yang mendaftark atau meminta nama domain (Registrant) terlebih dahulu kepada sistem. Biasanya untuk mengetahui apakah sebuah nama domain telah didaftarkan oleh pihak lain ataukah belum, pendaftar harus menghubungi organisasi pendaftar nama domain terlebih dahulu.
     Disisi lain adapula yang berpendirian bahwa nama domain tersebut mempunyai dan termasuk rezim hak kekayaan intelektual, khususnya merek. Karena nama domain dimaksudkan sebagai suatu yang mudah di ingat, dikenal dan dikaitkan dengan pemiliknya, maka nama domain bisa dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dengan fungsi dan tujuan merek. Penamaan domain berkaitan erat dengan nama perusahaan dan atau produk (servis) yang dimilikinya.
       Adakalanya suatu nama domain dapat dilindungi dengan hukum merek, karenanya nama domain menjadi kepemilikan dan merupakan salah satu bentuk atau bidang hak kekayaan intelektual.

Untuk memudahkan pengoperasian nama domain tersebut, secara internasional telah dibuat singkatan generik (Generic Abbreviation) yang menunjukkan jenis kegiatan atau organisasi alamat yang memiliki domain tersebut, misalnya: com (Commercial), edu  (Education Institution), gov  (Govermen Agencies), org (Organization), mil (Military), net  (Network).
Pada tahun 1996 panitia Ad Hoc internasional/International Ad Hoc Committee (IAHC) yang melibatkan beberapa organisasi internasional, seperti masyarakat internet (ISOC), Internet Assigned Number Authority (IANA), Internet Architecture Board (IAB), Federal Networking Council (FNC), ITU, dan WIPO, telah berhasil membuat tujuh top level domain name baru, sebagai tambahan dari TLDs (Top Level Domain Name’s) yang sudah dikenal selama ini, yaitu: firm (untuk bisnis dan firma); store (untuk bisnis menawarkan barang-barang untuk dijual); web (untuk badan-badan yang berhubungan dengan web); arts (Badan-badan yang bergerak di bidang budaya dan kegiatan hiburan) ; .rec (untuk badan-badan yang bergerak di sektor rekreasi dan hiburan); info (untuk badan-badan yang menawarkan jasa informasi); nom (untuk badan-badan yang menginginkan nomenclature (tata nama) yang bersifat pribadi).
Untuk mendaftarkan sebuah nama domain melalui Network Solution, seseorang cukup membuka situs InterNIC dan mengisi sejumlah form, selanjutnya InterNIC akan memverifikasi mengenai hak pendaftar untuk memilih suatu nama tertentu, tetapi pendaftar harus menyetujui ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam “NSI’s domain name dispute resolution policy,” sehingga bilamana ada pihak sebagai telah memakai merek dagang yang sudah dikenal mengajukan klaim terhadap permohonan registrasi nama domain, maka NSI akan menangguhkan pemakaian sebuah nama domain yang diklaim tersebut.

Perspektif Hukum
      Bagaimana aspek perlindungan HKI atas nama domain di jaringan internet, bilamana kita bertolak dari uraian diatas, dan tentunya menjadi pertanyaannya, apakah nama domain termasuk rezim hak kekayaan intelektual ataukah tidak?.Dan kemudian,  apakah sengketa nama domain dapat diselesaikan dengan pendekatan rezim hak kekayaan intelektual?
      Berkenaan dengan nama domain dengan HKI masih timbul perdebatan. Setidaknya terdapat dua aliran, dimana yang satu menyatakan bahwa nama domain tidak termasuk rezim hak kekayaan intelektual. Tetapi disisi lain ada juga pandangan yang menyatakan bahwa nama domain termasuk rezim hak kekayaan intelektual, khususnya merek.
Nama domain bukan merupakan hak kekayaan intelektual, sehingga nama domain tidak dilindungi hukum sebagaimana hak kekayaan intelektual pada umumnya, khususnya seperti hak cipta, paten dan merek.
 Antara nama domain (domain name) dengan merek pada umumnya termasuk merek dagang (trademark), terdapat perbedaan sebagai berikut, nama domain bukan merupakan hak milik yang dilindungi, sebagai akibatnya, walaupun telah diberikan, nama domain masih tetap dapat dituntut, sangat unik dan hanya bisa terdapat satu diseluruh dunia (tidak bisa ada nama domain yang persisi sama untuk dua subjek hukum yang berbeda), lebih fleksibel dan bisa bersifat deskriptif, hanyalah alamat computer, pemilik merek mendapat perlindungan perlindungan hukum atas merek tersebut, merek yang sama dapat dimiliki oleh dua orang yang berbeda, sepanjang tidak melindungi jenis-jenis barang yang sama dalam satu kelas atau bukan karena berasal dari negara yang sama, harus memiliki daya pembeda yang membedakan merek tersebut untuk barang sejenis, yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang berbeda, dapat berperan sebagai indikasi asal suatu barang.
Lebih jauh nama domain (domain name) tidak sama dengan merek pada umumnya termasuk merek dagang (trademark), karena sangat berbeda konstruksi hukumnya ataupun nuansa hukum yang mendasarinya (legal sense), dengan uraian singkat sebagai berikut: Nama Domain Merek yakni, eksistensinya berfungsi sebagai alamat dan nama sistem jaringan komputerisasi dan telekomunikasi, lebih bersifat sebagai alamat yang diberikan oleh masyarakat hukum pengguna internet, daripada sebagai suatu properti., asasnya adalah berlaku universal yakni “First Come First Served Basis”, tidak ada pemeriksaan substantif, sepanjang tidak dapat dibuktikan beritikad tidak baik, perolehan nama domain bukanlah suatu tindakan yang melawan hukum. • Eksistensinya berfungsi sebagai daya pembeda dalam lingkup perindustrian dan perdagangan, lebih bersifat sebagai properti karena merupakan kreasi intelektual manusia yang dimintakan haknya kepada negara untuk kepentingan industri dan perdagangan, asasnya ada menganut “First to Filed” dan ada yang menganut “First to Used”, harus ada pemeriksaan subtantif, sepanjang tidak diberikan lisensi oleh yang berhak, penggunaan merek merupakan pelanggaran.
Praktisi HKI, JB Lumenta, mengemukakan bahwa sebetulnya untuk kasus domain name yang pendaftar (registrant) domain name maupun pemilik merek adalah sama-sama warga negara atau badan hukum Indonesia seperti kasus mustika-ratu.com, UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek di bawah Yurisdiksi Indonesia sudah cukup memadai untuk dijadikan dasar hukum.
Oleh karena itu, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar gugatan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek berdasarkan pasal 76 serta tuntutan pidana berdasarkan pasal 90, dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pertama, bukti bahwa penggugat memiliki hak yang sah atas merek terkait, melalui pendaftaran atau pemakaian pertama. Tanggal pendaftaran atau pemakaian merek pertama ini harus lebih dulu dari tanggal efektif pendaftaran nama domain pihak registrant (Tergugat) tersebut. Kedua, nama domain tersebut memiliki persamaan keseluruhannya atau pada pokoknya (identical or confusingly similar) dengan merek Penggugat (pihak yang merasa dirugikan). Ketiga, pihak registrant (Tergugat) tidak cuma sekedar mendaftarkan nama domain tersebut, tetapi juga menggunakannya untuk memperdagangkan barang/jasa yang sejenis. Namun untuk merek terkenal, unsur persamaan jenis barang/jasa dapatlah dikesampingkan. Keempat, pihak registrant (Tergugat) telah mendaftarkan dan memakai nama domain dengan itikad buruk.
Namun demikian, akhirnya semoga saja permasalahan Sony A.K versus Sony Corp bisa selesai dengan win-win solution, sebagaimana harapan para sahabat Sony AK membuat sebuah grup penggalang dukungan di Facebook dengan nama: "Sony, Jangan Renggut Nama Temanku!".  Dimana sejauh ini anggota grup itu sudah lebih dari 5.800 orang. Semoga!!!

Sumber: http://politikana.com/baca/2010/03/15/kasus-sengketa-nama-domain-sony-ak-versus-sony-corp.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar