Merek dagang merupakan asset yang tidak ternilai harganya bagi para pelaku usaha. Lebih-lebih bila merek yang dimiliki sudah menjadi merek terkenal, sudah pasti untung pelaku usaha bisa berlipat ganda. Itu sebabnya tidak heran bila merek dagang yang sudah mendunia peredarannya pun mengglobal. Lihat saja bagaimana merek yang sudah terkenal dan mendunia menguasai perdagangan.
Ambil contoh merek-merek terkenal di dunia seperti iPad-nya Apple dari Amerika, Samsung dari Korea, Toyota dari Jepang, Haier dari China. Semua merek dagang terkenal dan sudah mendunia ini pasti punya "nilai" tersendiri di mata konsumen, terlebih penggunanya.
Setiap konsumen dalam membeli sebuah barang tentu akan memperhatikan mereknya. Bila konsumen mengetahui bahwa merek dari barang yang akan dibeli terkenal, maka tidak berlebihan bila konsumen meyakini pula bahwa barang tersebut berkualitas baik.
Oleh karenanya suatu merek sangat mempengaruhi suatu produk. Merek Sanyo, misalnya, akan membuat orang teringat kepada produk pompa air bagi rumah tangga. Namun konsumen akan bereaksi dengan bertanya, apakah produk ini berasal merek Sanyo pembuat pompa air? Bila merek Sanyo dilekatkan pada produk televisi, radio atau tape recorder. Reaksi konsumen tersebut tidaklah berlebihan karena dibenak setiap orang merek Sanyo identik dengan produk pompa air.
Secara logika memang merek diciptakan berfungsi sebagai "tanda" atau "pembeda". Dari aspek legal, maka hukum merek mendefinisikan, bahwa tujuan dari merek adalah untuk membedakan produk yang satu dengan yang lainnya sekaligus menentukan asal-usul sebuah produk atau barang.
Ketika konsumen memilih suatu produk, maka daya ingatnya akan bekerja terhadap merek-merek yang dikenal dan yang disandangkan pada sebuah produk. Merek seperti Versace, Channel, Gucci, dan Hermes untuk tas tangan (handbag) bagi ingatan kaum hawa umumnya merupakan produk tas berkualitas dan memiliki gengsi. Jadi tidak perlu diherankan jika produk dengan merek terkenal banyak ditiru dan dijiplak. Baik oleh pedagang maupun pabrikan yang beritikad tidak baik.
Contohnya di Pasar Tanahabang dan ITC Mangga Dua Jakarta banyak beredar produk bajakan atau barang palsu. Soal palsu pun beraneka ragam. Kesamaan bunyi dan kemiripan disain bisa membuat konsumen sulit menentukan merek terkenal dengan merek palsu. Semisal Merek tas LV (Louis Vuitton) bila bersanding dengan tas LW (Louis Watton) dengan disain dan kreasi serta bahan yang sama atau hampir sama serta berada dalam etalase rak yang sama akan membuat samar konsumen karena tidak mudah untuk membedakannya.
Itu sebabnya hukum merek melarang mendaftarkan suatu merek bilamana tidak memiliki daya pembeda yang tegas, (Pasal 5 ayat b UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek). Tetapi ada kelemahan dari undang-undang merek yang tidak menegaskan secara rinci serta tolak-ukur mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan ataupun persamaan bunyi. Hal ini kadang kala dalam praktik penegakan hukum sering menjadi kendala atau paling tidak sering mengundang sengkarut dalam proses penegakan hukum merek lantaran tidak ada kriteria yang tegas. Ketentuan undang-undang menyangkut "daya pembeda" pengertiannya sangat umum.
Namun kasus di Singapura membuktikan lain, merek Subway milik perusahaan Amerika Serikat untuk makanan sandwich dan burger ketika hadir di Singapura dan bertemu dengan outlet Subway Niche untuk penjualan makanan burger dan jajanan pasar (kue Nonya) dianggap tidak sama mereknya dan tidak akan membingungkan bagi masyarakat yang membelinya sesuai dengan putusan hakim High Court Singapura.
Awal kasus di atas bermula di Florida, sebuah perusahaan bernama Amerika Doctor"s Associates Inc bermaksud untuk mendaftarkan merek Subway untuk jenis barang sandwich kapal selam di Singapura pada tahun 1989 dan kemudian membuka outlet-nya pada tahun 1996. Ternyata pengusaha local Lim Eng Wah telah membuka usaha sandwich Nonya Kue dengan merek Sandwich Niche sejak tahun 1987.
Perusahaan Doctor Associates sangat keberatan terhadap pemakaian merek tersebut, lalu mengajukan gugatan dengan alasan bahwa kedua merek tersebut bisa membingungkan.
Namun Hakim Singapura berpendapat lain, alasan ada kesamaan merek dan jenis barang yang dipakai oleh pengusaha lokal Singapura diterima, akan tetapi bilamana dilihat dari display penjualan, harga dari sandwich yang ditawarkan kedua perusahaan dinilai bisa menjadi pembeda sehingga tidak akan membingungkan konsumen yang akan membelinya.
Tetapi dalam penegakan hukum merek, tidaklah sama di berbagai belahan dunia. Lain lubuk lain ikannya, pepatah yang pas bagi proses hukum penegakan hukum merek tersebut. Contohnya sengketa merek yang terjadi di Indonesia. Ternyata merek Kok Tung Kopitiam dianggap sama dengan Kopitiam oleh majelis Hakim di Pengadilan Niaga Medan. Padahal dari sisi "kata" saja arti kopitiam berasal dari bahasa mandarin versi Hokkian yang berarti kedai kopi yang artinya sudah menjadi publik domain (umum). Nah, bagaimana bisa pengadilan niaga di Medan memutuskan merek dengan nama kopitiam yang semestinya milik umum bisa didaftarkan secara sah sebagai merek dagang? Ini menjadi teka-teki yang harus dipecahkan para ahli Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) tentunya.
Setiap konsumen dalam membeli sebuah barang tentu akan memperhatikan mereknya. Bila konsumen mengetahui bahwa merek dari barang yang akan dibeli terkenal, maka tidak berlebihan bila konsumen meyakini pula bahwa barang tersebut berkualitas baik.
Oleh karenanya suatu merek sangat mempengaruhi suatu produk. Merek Sanyo, misalnya, akan membuat orang teringat kepada produk pompa air bagi rumah tangga. Namun konsumen akan bereaksi dengan bertanya, apakah produk ini berasal merek Sanyo pembuat pompa air? Bila merek Sanyo dilekatkan pada produk televisi, radio atau tape recorder. Reaksi konsumen tersebut tidaklah berlebihan karena dibenak setiap orang merek Sanyo identik dengan produk pompa air.
Secara logika memang merek diciptakan berfungsi sebagai "tanda" atau "pembeda". Dari aspek legal, maka hukum merek mendefinisikan, bahwa tujuan dari merek adalah untuk membedakan produk yang satu dengan yang lainnya sekaligus menentukan asal-usul sebuah produk atau barang.
Ketika konsumen memilih suatu produk, maka daya ingatnya akan bekerja terhadap merek-merek yang dikenal dan yang disandangkan pada sebuah produk. Merek seperti Versace, Channel, Gucci, dan Hermes untuk tas tangan (handbag) bagi ingatan kaum hawa umumnya merupakan produk tas berkualitas dan memiliki gengsi. Jadi tidak perlu diherankan jika produk dengan merek terkenal banyak ditiru dan dijiplak. Baik oleh pedagang maupun pabrikan yang beritikad tidak baik.
Contohnya di Pasar Tanahabang dan ITC Mangga Dua Jakarta banyak beredar produk bajakan atau barang palsu. Soal palsu pun beraneka ragam. Kesamaan bunyi dan kemiripan disain bisa membuat konsumen sulit menentukan merek terkenal dengan merek palsu. Semisal Merek tas LV (Louis Vuitton) bila bersanding dengan tas LW (Louis Watton) dengan disain dan kreasi serta bahan yang sama atau hampir sama serta berada dalam etalase rak yang sama akan membuat samar konsumen karena tidak mudah untuk membedakannya.
Itu sebabnya hukum merek melarang mendaftarkan suatu merek bilamana tidak memiliki daya pembeda yang tegas, (Pasal 5 ayat b UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek). Tetapi ada kelemahan dari undang-undang merek yang tidak menegaskan secara rinci serta tolak-ukur mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan ataupun persamaan bunyi. Hal ini kadang kala dalam praktik penegakan hukum sering menjadi kendala atau paling tidak sering mengundang sengkarut dalam proses penegakan hukum merek lantaran tidak ada kriteria yang tegas. Ketentuan undang-undang menyangkut "daya pembeda" pengertiannya sangat umum.
Namun kasus di Singapura membuktikan lain, merek Subway milik perusahaan Amerika Serikat untuk makanan sandwich dan burger ketika hadir di Singapura dan bertemu dengan outlet Subway Niche untuk penjualan makanan burger dan jajanan pasar (kue Nonya) dianggap tidak sama mereknya dan tidak akan membingungkan bagi masyarakat yang membelinya sesuai dengan putusan hakim High Court Singapura.
Awal kasus di atas bermula di Florida, sebuah perusahaan bernama Amerika Doctor"s Associates Inc bermaksud untuk mendaftarkan merek Subway untuk jenis barang sandwich kapal selam di Singapura pada tahun 1989 dan kemudian membuka outlet-nya pada tahun 1996. Ternyata pengusaha local Lim Eng Wah telah membuka usaha sandwich Nonya Kue dengan merek Sandwich Niche sejak tahun 1987.
Perusahaan Doctor Associates sangat keberatan terhadap pemakaian merek tersebut, lalu mengajukan gugatan dengan alasan bahwa kedua merek tersebut bisa membingungkan.
Namun Hakim Singapura berpendapat lain, alasan ada kesamaan merek dan jenis barang yang dipakai oleh pengusaha lokal Singapura diterima, akan tetapi bilamana dilihat dari display penjualan, harga dari sandwich yang ditawarkan kedua perusahaan dinilai bisa menjadi pembeda sehingga tidak akan membingungkan konsumen yang akan membelinya.
Tetapi dalam penegakan hukum merek, tidaklah sama di berbagai belahan dunia. Lain lubuk lain ikannya, pepatah yang pas bagi proses hukum penegakan hukum merek tersebut. Contohnya sengketa merek yang terjadi di Indonesia. Ternyata merek Kok Tung Kopitiam dianggap sama dengan Kopitiam oleh majelis Hakim di Pengadilan Niaga Medan. Padahal dari sisi "kata" saja arti kopitiam berasal dari bahasa mandarin versi Hokkian yang berarti kedai kopi yang artinya sudah menjadi publik domain (umum). Nah, bagaimana bisa pengadilan niaga di Medan memutuskan merek dengan nama kopitiam yang semestinya milik umum bisa didaftarkan secara sah sebagai merek dagang? Ini menjadi teka-teki yang harus dipecahkan para ahli Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) tentunya.
Sumber: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/22/82720/merek_yang_membingungkan/#.UKw1OuRFXMA
hal terpenting dalam memilih maupun akan menjalankan Business Opportunity,Franchise,atau Waralaba
BalasHapusbukan semata-mata terletak pada seberapa bagus produk yang akan di jual,serta seberapa besar kebutuhan pasar akan produk tersebut.
pernahkah terbayangkan tiba-tiba anda harus mengganti merek disaat business sedang berkembang pesat karena adanya tuntutan dari pihak lain atas Merek yang digunakan ?
Untuk mendapatkan konsumen yang loyal,kita harus selalu mengedepankan innovation. namun besarnya biaya untuk menebus sebuah innovation tanpa adanya perlindungan hukum terhadap merek merupakan langkah yang sia-sia,
coba anda bayangkan berapa banyak waktu,tenaga,fikiran,bahkan uang yang terbuang demi tercapainya innovation sebuah merek.bagaimana rasanya jika merek tersebut di palsukan oleh competitors anda? Kesadaran akan pentingnya mendaftarkan merek dagang merupakan bukti nyata keseriusan anda dalam membangun sebuah business.
inilah pentingnya fungsi daftar merek,desain industri,hak cipta,paten.
Konsultasikan merekdagang anda segera pada www.ipindo.com konsultan HKI terdaftar.