22 September 2011 - Artikel
Jakarta Kisruh kepemilikan
merek secara hukum di Indonesia terus meningkat, sejalan meningkatnya
kasadaran dunia usaha terhadap hak kekayaan intelektual HAKI khususnya
soal merek. Setidaknya ada 2 penyebab maraknya kasus perebutan merek
dagang itu.
"Kami melihat ada peningkatan, artinya juga ada peningkatan kesadaran
dari anggota kami, UKM yang tadinya tak mendaftarkan merek sekarang
peduli," kata Ketua Umum Asosiasi Konsultan HKI Indonesia Justisiari P
Kusuma kepada detikFinance, Senin 18/4/2011.
Justisiari menambahkan, fenomena peningkatan
rebutan merek dagang ini juga dapat diartikan bahwa pelanggaran HAKI
dari pelaku bisnis di Tanah Air meningkat. Saat ini para pemegang merek
yang merasa dirugikan lebih memilih untuk menempuh jalur hukum dari
sebelumnya diselesaikan non hukum.
"Perlu diketahui juga ada yang namanya merek pirates pembajak merek,
masih banyak meskipun secara kuantitas sudah berkurang, karena
pengawasan yang ketat. Kalau dahulu tahun 1998 ada si x, memiliki semua
merek mahal, ini seharusnya kantor merek curiga. Sekarang tetap masih
ada," katanya.
Penyebab kasuskasus rebutan merek ini menurut Justisiari terpicu dari
beberapa hal. Pertama, soal adanya pihak yang sengaja menjiplak merek
tertentu dengan tujuan tidak baik. Biasanya pelaku penjiplak ini
berharap bisa menebeng nama besar terhadap merek yang ditiru dengan
motif keuntungan pribadi.
Kedua, adalah karena praktik pembajak merek yang secara sadar
mendaftarkan beberapa merek terkenal tanpa dipakai. Sementara pemilik
merek belum sadar mematenkan mereknya. Biasanya para pembajak merek ini
lebih dahulu mendaftarkan di HAKI, dengan tujuan agar bisa
bernegosiasi oleh pemegang merek dengan menjual kembali untuk mendapat
keuntungan material.
"Kalau melihat perkembangannya karena pembatalan itu lebih banyak,
apakah ini kelemahan di regulator apa kelalaian si pemilik. Memang tak
serta merta regulator yang salah karena biasanya sudah diumumkan ke
publik," katanya.
Berdasarkan catatanya sekarang ini perusahaan besar yang merasa
dirugikan dengan prilaku pembajak merek lebih memilih menempuh jalur
hukum. Tawaran bernegosiasi dengan pembajak merek sudah dihindari.
"Banyak perusahaanperusahaan asing sekarang daripada beli ke pirates, lebih baik diajak perang di pengadilan," katanya.
Beberapa kasus kisruh merek belakangan ini semakin banyak diperkarakan
seperti perusahaan jam raksasa Jepang, Casio menggugat pengusaha lokal
Bing Ciptadi karena diduga membuat jam tangan palsu seri Edifice.
Padahal, Casio membuat seri Edifice yang telah beredar di Indonesia dan
terdaftar di Kemkum dan HAM.
Namun pihak Bing Ciptadi menggugat balik perusahaan jam raksasa Jepang
Casio. Ini karena jam tangan seri Edifice sudah lebih dahulu
didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI.
Padahal sebelumnya Casio menggugat pengusaha lokal Bing Ciptadi karena diduga membuat jam tangan palsu seri Edifice.
Sebelumnya juga pihak mobil mewah Lexus yang bernaung di bawah Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha menggugat
pengusaha helm lokal karena merasa ditiru nama mereknya. Lexus menilai
helm produksi pengusaha pribumi Jaya Iskandar membonceng nama Lexus
untuk mendongkrak penjualan helm tersebut. Lexus adalah merek dagang
untuk mobil yang dikeluarkan Toyota Motor Corporation yang berkantor
pusat di Toyotacho, Toyotashi, Aichiken Japan.
Suhendra detikFinance
Sumber: http://indotrademark.com/kasus_rebutan_merek_dagang_di_indonesia_terus_meningkat_berita48.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar