Oleh: Shanti Rachmadsyah
Sebelumnya,
perlu kita tinjau dahulu, apakah yang dimaksud dengan merek. Pengertian
merek berdasarkan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 1
ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Merek
adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
dan jasa.”
Hak
merek merupakan hak kebendaan, oleh karena itu hak ini dapat
dipertahankan terhadap siapa saja. Hal ini dipertegas dengan
diberikannya hak gugat kepada pemegang merek, dan adanya sanksi pidana
bagi orang yang melanggar hak tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal
76, pasal 90 dan pasal 91 UU Merek.
Untuk menentukan ada tidaknya indikasi pelanggaran merek dalam domain name sony-ak.com, maka seluruh syarat berikut harus dipenuhi;
a. ada
bukti bahwa Sony Corp. memiliki hak yang sah atas merek terkait, yakni
melalui pendaftaran atau pemakaian pertama. Tanggal pendaftaran atau
pemakaian pertama ini harus lebih dulu dari tanggal efektif pendaftaran domain name tersebut.
b. domain name tersebut memiliki persamaan keseluruhan atau pada pokoknya (identical or confusingly similar) dengan merek pihak yang merasa dirugikan.
c. pihak pendaftar domain name (registrant) tidak cuma sekadar mendaftarkan domain name
tersebut, tetapi juga menggunakannya untuk memperdagangkan barang/jasa
yang sejenis. Namun untuk merek terkenal, unsur persamaan jenis
barang/jasa dapatlah dikesampingkan.
d. pihak registrant domain name mendaftarkan dan memakai domain name dengan itikad buruk. Syarat ini, menurut ptaktisi hak kekayaan intelektual J.B. Lumenta sebagaimana kami kutip dari berita hukumonline,
adalah syarat yang terpenting yang dapat ditunjukkan oleh
keadaan-keadaan tertentu. Misalnya untuk menjual, menyewakan, atau
mengalihkan registrasi domain name kepada pemilik merek yang bersangkutan.
Dalam
kasus ini Sony mengklaim bahwa ia merupakan pemegang merek terkenal,
maka perlu kita tinjau mengenai masalah merek terkenal ini. Pasal 6 ayat
(3) UU Merek mengatur mengenai merek yang tidak boleh didaftarkan
kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, yaitu merek yang:
a) Merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang
dimiliki oleh orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak. Dalam penjelasan pasal ini, dijelaskan bahwa nama badan hukum
adalah nama badan hukum yang digunakan sebagai Merek dan terdaftar dalam
Daftar Umum Merek.
b) Merupakan
tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau
simbol atau emblem negara atau lembaga atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang.
c) Merupakan
tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan
oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis
dari pihak yang berwenang.
Kemudian, dalam pasal 6 bis Paris Convention for The Protection of Industrial Property (Paris Convention)
yang telah diberlakukan di Indonesia dengan Keppres No. 15 Tahun 1997
tentang Perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Konvensi
Paris Untuk Perlindungan Kekayaan Industri, negara anggota wajib menolak
atau membatalkan pendaftaran suatu merek yang merupaka pembuatan ulang
suatu merek terkenal atau tiruan yang menyesatkan atas suatu merek
terkenal.
“The
countries of the Union undertake, ex officio if their legislation so
permits, or at the request of an interested party, to refuse or to
cancel the registration, and to prohibit the use, of a trademark which
constitutes a reproduction, an imitation, or a translation, liable to
create confusion, of a mark considered by the competent authority of the
country of registration or use to be well known in that country as
being already the mark of a person entitled to the benefits of this
Convention and used for identical or similar goods. These provisions
shall also apply when the essential part of the mark constitutes a
reproduction of any such well-known mark or an imitation liable to
create confusion therewith ”
Aturan-aturan di atas menegaskan perlindungan terhadap merek terkenal (well-known mark), untuk mencegah terjadinya kebingungan (confusion).
Perlindungan terhadap peniruan merek ini berlaku untuk seluruh
barang/jasa, tidak membedakan apakah ia termasuk dalam kelas barang/jasa
yang sama.
Dalam situs sony-ak.com kita terdapat pernyataan penolakan (disclaimer)yang
menyatakan bahwa situs tersebut dimiliki oleh Sony A. Kurniawan dan
tidak terkait dengan Sony Corp. atau afiliasinya. Meski demikian,
pernyataan disclaimer dalam situs tidak otomatis mengesampingkan aturan hukum yang berlaku apabila ada dugaan pelanggaran.
Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6558
Tidak ada komentar:
Posting Komentar