Author: Fahmi Yanuar Siregar, S.H., LL.M.
A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi semakin
berkembang, menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tidak terpisahkan
dari gaya hidup masyarakat. Penggunaan televisi, telepon, handphone,
penggunaan komputer, adanya internet menjadi hal yang biasa saja saat
ini, begitu cepatnya perkembangan teknologi yang juga mengakibatkan
permasalahan dalam penggunaannya. Penyalahgunaan komputer terutama dalam
ruang cyber tidak mengenal adanya ruang dan waktu dan menyebabkan adanya kejahatan di dunia cyber atau cyber crime, untuk itu perlu adanya pengaturan hukum di ruang cyber.
Cyber crime atau kejahatan
dunia maya adalah kejahatan yang ditujukan terhadap komputer atau sistem
komputer, termasuk kejahatan dunia maya dapat berupa pengintaian
sederhana pada sebuah sistem komputer dimana kita tidak mempunyai ijin,
pencurian data, pencurian uang atau informasi sensitif menggunakan
sistem komputer.[1]
Pengertian kejahatan dunia maya tersebut secara sederhana. Dalam dokumen kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders di Havana, Cuba pada tahun 1990 dan di Wina, Austria pada tahun 2000, ada dua istilah yang dikenal. Pertama adalah istilah cyber crime. Kedua adalah istilah computer related crime. Dalam back ground paper untuk lokakarya Kongres PBB X/2000 di Wina, Austria istilah cyber crime dibagi dalam dua kategori. Pertama, cyber crime dalam arti sempit (in a narrow sense) disebut computer crime. Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut computer related crime.[2]
Dokumen tersebut menegaskan cyber crime meliputi:
- Dengan menggunakan sarana-sarana dari sistem/jaringan komputer (by means of a computer system or network)
- Di dalam sistem/jaringan komputer (in a computer system or network)
- Terhadap sistem/jaringan komputer (against a computer system or network).
Untuk memahami computer crime, computer-related crime, atau cybercrime
harus membedakan dengan jenis kejahatan yang dapat dihubungkan dengan
komputer. Menyusup pada pelayanan telepon untuk dapat bebas menelepon
adalah jenis dari computer-related crime.[3]
Kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan sarana-sarana dan di dalam sistem/jaringan komputer merupakan cyber crime dalam arti luas, sedangkan kejahatan terhadap sistem/jaringan komputer merupakan cyber crime dalam
arti sempit. Sudah banyak bentuk dari kejahatan dunia maya ini.
Komputer merupakan akses yang sangat menguntungkan bagi siapapun.
Hadirnya komputer telah menjadi anugrah
bagi para pebisnis, terpelajar dan pelaku kriminal. Akses tak berhak dan
pengrusakan hak milik, pencurian dan penyebaran material kosong dan
asusila adalah seluruh tindakan kriminal yang sudah dikenal dan telah
mengasumsikan dimensi baru dengan timbulnya internet.[4]
Kecurangan dan kejahatan yang terkait
dengan internet diterangkan juga dalam buku tersebut, seperti penggunaan
virus untuk merusak dan menghancurkan data yang tersimpan di sistem
komputer, kecurangan, perampokan dan pemalsuan juga terdapat di
internet. Internet juga membuat pemfitnahan, penyerangan terhadap
seseorang.
Beberapa negara sudah mengamandemen
Undang-undangnya berkaitan dengan penyalahgunaan komputer ini dan
lembaga yang mengawasi perkembangan internet, seperti halnya yang
dilakukan oleh Negara Inggris mulai tahun 1995 dengan adanya the Video Recordings, the Forgery and the Counterfeiting Act dan lembaga Internet Watch Foundation.
Semakin pesatnya laju perkembangan
internet dan akses terbarunya yaitu www dan situs-situs porno yang
terbesar disana, yang menyebabkan badan legislatif mengeluarkan
Undang-undang Pembuatan dan Pemalsuan Video (the Video Recordings, the Forgery and the Counterfeiting Act) untuk mengontrol internet dan produk lain dalam media elektronik.[5]
IWF (Internet Watch Foundation)
sebuah lembaga yang bertugas mengawasi perkembangan dan laju internet,
menemukan bahwa banyak pornografi atau gambar-gambar cabul dan tidak
senonoh yang menjadikan anak-anak sebagai obyek dan para pelaku
kejahatan lebih memilih internet sebagai sarana penyebarannya,
dibandingkan menuangkannya di atas kertas atau sarana lain.[6]
Pengaturan tentang kejahatan dunia maya
diatur juga oleh Negara India dalam Undang-undang Pidana India (IPC)
tahun 1860 mengacu pada perundangan Teknologi Informasi tahun 2000,
seperti tanggung jawab Penyedia Layanan Internet (ISP) Pasal 501 IPC
yang menyatakan siapapun mencetak materi apapun, mengetahui atau
mempercayai material seperti itu adalah penghinaan kepada orang lain
akan dipertanggung jawabkan atas penjara selama 2 tahun dan denda.[7]
Penyalahgunaan komputer juga dilakukan
oleh teroris untuk berkomunikasi dan memperluas jaringan mereka. Selain
itu juga memudahkan dalam menentukan sasaran teroris dan agenda-agenda
yang harus dilakukan. Informasi dan teknologi berperan dalam
pengembangan dan perluasan organisasi teroris ini.
Teroris-teroris menjadi semakin adaptif
dan progresif didalam struktur organisasi mereka dan
komunikasi-komunikasi, dan informasi tepat waktu memainkan suatu peran
yang besar didalam betapa efektifnya satu organisasi beroperasi. Melalui
pemanfaatan infrastruktur yang global dan teknologi dasarnya, teroris
dapat beroperasi disuatu dunia elektronik sebetulnya bahwa menyediakan
mereka dengan banyak keuntungan-keuntungan untuk usaha-usaha komunikasi
dan koordinasi, seperti juga membantu didalam pengembangan yang
berkelanjutan mereka dan usaha-usaha perluasan.[8]
Terorisme cyber merupakan
bentuk terorisme baru mengeksploitasi sistem yang ada. Wilayah yang
dikomputerisasi yang menguntungkan teroris untuk komunikasi misi dan
COMSEC, penyebarluasan propaganda dan peralatan untuk merusak.[9]
Internet dengan demikian memudahkan
dalam mengakses data dan memperoleh informasi bagi siapapun. Tersedianya
informasi ini tentu saja tidak dengan sendirinya melainkan ada pihak
yang menciptakan dan menyediakannya. Selain memberikan dampak yang
negatif dalam penggunaan internet, akan tetapi keuntungan juga
didapatkan bagi para pelaku dibidang ekonomi, pebisnis dalam
mengembangkan perusahaannya. Perusahaan disini tentunya yang menciptakan
dan menyediakan sekaligus sebagai pemilik informasi tersebut dan
tentunya mereka berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan,
tindakan atau kejahatan melalui teknologi internet tersebut.
B. Latar Belakang Masalah
Penggunaan internet untuk keperluan
bisnis dan perdagangan mulai dikenal beberapa tahun belakangan ini dan
dengan cepat meluas, terutama di negara-negara maju. Dengan perdagangan
lewat internet ini berkembang pula sistem bisnis virtual, seperti virtual store dan virtual company
dimana pelaku bisnis menjalankan bisnis dan perdagangan melalui media
internet dan tidak lagi mengandalakan basis perusahaan konvensional
nyata.[10]
Hematnya bisnis dan perdagangan tersebut
tidak lagi dengan bertemunya produsen dan konsumen atau pembeli dan
penjual akan tetapi produk yang ditawarkan oleh pemilik perusahaan,
sistem pembayaran dan sistem penyerahan produk tersebut dapat dilakukan
melalui sarana internet. Di Negara maju hal tersebut berjalan dengan
cepat, sistem pembayaran yang aman dan dapat dipercaya dan dilindungi
oleh ketentuan hukum yang berlaku. Indonesia hal tersebut juga
berkembang walaupun dengan kendala dan kurangnya perlindungan hukum.
Penggunaan internet untuk keperluan
bisnis dan perdagangan ini dilakukan oleh perusahaan dengan penamaan
perusahaan sebagai identitas di internet yang berkaitan erat dengan
produk/servis yang dimilikinya. Dalam dunia tanpa batas tersebut hal itu
dikenal dengan alamat situs web (domain name; nama domain) di
internet yang menghubungkan antara seseorang yang memasang informasi
dalam situs web internet dengan para pemakai jasa internet. Alamat situs
web (domain name; nama domain) memberikan kontribusi yang
bermanfaat baik bagi perusahaan yang menyediakan informasi maupun bagi
pihak yang memperoleh informasi dari perusahaan tersebut, tetapi juga
membawa dampak bagi cyber crime. Dampak tersebut diantaranya membuka peluang terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual (cipta dan merek/trademark) melalui penyalahgunaan alamat situs web tersebut yang dikenal dengan istilah cybersquatting.
Kasus cybersquatting di
Indonesia adalah kasus mustika-ratu.com, yang telah didaftarkan oleh
Tjandra Sugiono sehingga menyebabkan PT. Mustika Ratu tidak dapat
mendaftarkan mustika-ratu.com sebagai alamat situs websitenya. Kasus
ini menjadi menarik karena belum ada ketentuan yang mengaturnya,
sedangkan di Amerika ada peraturan tentang Anti-Cybersquatting Consumer Protection Act.
Kasus mustika-ratu.com tersebut kemudian dibawa ke persidangan yang
didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap Tjandra Sugiono telah
mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com dengan itikad tidak baik.
Pasal-pasal yang dikenakan terhadap Tjandra Sugiono:[11]
- Pasal 382 KUHP yang menyatakan barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkruen-konkruennya atau konkruen-konkruen orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Pasal 19 yang menyatakan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu utnuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan, atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Pasal 48 ayat (1) yang menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 samapai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setingi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau denda pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Kasus Mustika-Ratu.com ini dalam
perkembangannya telah diputus oleh Mahkamah Agung, dalam putusannya
menghukum Tjandra Sugiono 4 bulan penjara yang merugikan pihak Mustika
Ratu yang menyatakan Tjnadra Sugiono terbukti bersalah melakukan tindak
pidana persaingan curang. Kasus ini menjadi pembahasan walaupun telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tetapi menarik untuk menjadi bahan
kajian dalam mata kuliah cyber crime oleh karena kasus ini
merupakan kasus pertama kali dalam sejarah delik internet di Indonesia.
Kalangan ahli internet berpendapat kasus mendaftarkan nama domain ini
semestinya diselesaikan melalui musyawarah atau gugatan perdata,
karenanya dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah komisi
internasional untuk menangani permasalahan menyangkut nama domain
beserta cara penyelesaian sengketanya ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers), mekanisme penyelesaian ini dikenal dengan nama UDRP (Uniform Domain Name dispute-Resolution Policy) yang sudah mulai berlaku tanggal 24 Oktober 1999.[12]
C. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang patut untuk dikaji adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan nama domain tesebut di Indonesia?
2. Apakah tepat penerapan
penyelesaian sengketa nama domain (kasus Mustika-Ratu.com) diselesaikan
melalui jalur hukum pidana?, karena dalam perkembangannya telah dibentuk
mekanisme penyelesaian sengketa nama domain yang dikenal dengan nama
UNDRP (Uniform Domain Name Dispute-Rasolution Policy) yang telah ditanda tangani pada tanggal 24 Oktober 1999.
Pembahasan kasus mustika-ratu.com ini
menggunakan alur pemikiran yang akan diawali dengan garis besar
perkembangan kasus mustika-ratu.com, pengertian nama domain, nama domain
dikaitkan dengan ketentuan hukum yang ada di Indonesia (Undang-undang
tentang Larangan Praktek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan
Undang-undang tentang Hak atas Kekayaan Intelektual), Perlindungan
terhadap perusahaan atas penyalahgunaan alamat situs web (domain name/nama domain) berkaitan dengan kasus mustika-ratu.com, Penyelesaian yang seharusnya dilakukan terhadap perkara cybersquatting, sehingga hal tersebut dapat mempermudah dalam pembahasan.
D. Pembahasan
Kasus mustika-ratu.com
Tjandra Sugiono pada awal bergabung ke
Martina Berto sebagai Manajer Internasional Marketing bulan September
1999, kemudian melakukan pendaftaran nama domain mustika-ratu.com pada 7
Oktober 1999 kepada Network Sollution di Amerika Serikat. Mustika Ratu
sendiri sebenarnya mempunyai nama domain www.mustika-ratu.co.id.
Dengan beranggapan nama domain mustika-ratu.com sebagai merek dan telah
didaftarkan, pada tanggal 4 September 2000 Mustika Ratu kemudian
melaporkan Martina Berto ke Mabes Polri. Perlu diketahui juga bahwa
Tjandra Sugiono telah mengundurkan diri dari Martina Berto sejak tanggal
16 Juni 2000. Sebelum melaporkan ke Polisi, Mustika Ratu pada tanggal
29 Agustus 2000 di harian Suara Pembaharuan dan 1 September 2000 telah
memasang pengumuman untuk menarik atau mencabut kembali pemuatan nama
domain mustika-ratu.com terhitung sejak tanggal dimuatnya pengumuman
tersebut. Ternyata belum habis masa 7 hari tersebut, Mustika Ratu sudah
melaporkan ke Polisi.[13]
Sumber yang sama menyebutkan bahwa
tanggal 28 September 2000, nama domain mustika-ratu.com resmi dicabut
dari Network Sollutions. Tanggal 5 Oktober 2000 nama domain tersebut
diambil alih oleh Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2001
persidangan dimulai. Perlu dicatat juga berhubung telah dinyatakan oleh
Tjandra Sugiono maupun Martha Tilaar bahwa pendaftaran nama domain
tersebut tidak ada sangku pautnya dengan kebijakan Martina Berto, maka
Pengadilan sepakat bahwa selaku terdakwa adalah Tjandra Sugiono tanpa
menyeret Martina Berto.
Gugatan Mustika Ratu ternyata kalah
ditingkat Pengadilan Negeri, hakim menilai tindakan Tjandra Sugiono
tidak dapat dikenai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan hakim berpendapat nama
domain mustika-ratu.com dianggap bukan pesaing PT Mustika Ratu karena
dibuat oleh PT Djago Mas milik Tjandra Sugiono yang bergerak bukan
dibidang kosmetik. Mustika Ratu mengajukan kasasi terhadap putusan ini
dan akhirya Tjandra Sugiono dikenai Pasal 382 KUHP dan dihukum selama 4
bulan.
Tinjauan mengenai Nama Domain
Domain name adalah nama lain atau alias dari IP address atau Intenet Protocol.
Domain ini merupakan nama unik yang mewakili oleh suatu organisasi
dimana nama itu akan digunakan oleh pemakai internet untuk menghubungkan
ke organisasi tersebut. Domain name terdiri dari 2 bagian, yaitu Identitas Organisasi dan identifier yang menjelaskan tipe organisasi tersebut.[14]
Dijelaskan dalam buku yang sama, Internet Protocol
adalah protocol di internet yang mengurusi masalah pengalamatan dan
mengatur pengiriman paket data sehingga ia sampai ke alamat yang benar,
berfungsi untuk menyampaikan paket data ke alamat internet tujuan dengan
benar.
Sumber buku itu juga menjelaskan, IP address
merupakan kombinasi angka unik yang ditetapkan untuk
mengidentifikasikan suatu host di internet. Angka ini dibutuhkan oleh
software-software internet untuk mengakses informasi dari dank e host
tersebut. IP address terdiri dari 4 bagian yang berupa angka yang
dipisahkan dengan titik, contoh: 202.159.25.165.
Nama domain digunakan juga untuk
mengidentifikasikan perusahaan dan merek dagang. Permasalahannya adalah
beberapa orang mencari kesempatan untuk mendaftarkan nama domain
perusahaan lain, kemudian menjualnya dengan harga yang lebih mahal atau
menggunakan nama domain perusahaan lain sehingga dapat berakibat
mendatangkan kerugian bagi perusahaan tersebut, permasalahan itu dikenal
dengan cybersquatting. Kasus nama domain ini seperti yang
telah terjadi yaitu kasus mustika-ratu.com, sedikit banyak telah
diuraikan sebelumnya. Bagaimana pengaturan tentang penyalahgunaan nama
domain ini, apakah ada ketentuan yang mengatur secara khusus, bagaimana
perlindungan terhadap perusahaan yang nama domainnya sudah didaftarkan
oleh orang lain seperti kasus mustika-ratu.com ini. Hal tersebut menjadi
pembahasan selanjutnya.
Ketentuan mengenai Nama Domain
Prinsip-prinsip yang diakui secara umum tentang nama domain yaitu:[15]
- Setiap domain name haruslah unik.
- Prinsip first come first serve.
- Hanya 1 domain name untuk setiap perusahaan.
Di Amerika Serikat semula penamaan site (situs) di internet dikenal dengan istilah CCTLD (Country Code Top Level Domain) sudah diatur sebagai berikut:[16]
1. .com digunakan oleh pengguna bisnis dan komersial.
2. .org digunakan oleh organisasi dan lembaga non profit.
3. .mil digunakan oleh militer.
4. .gov digunakan oleh lembaga pemerintah non militer.
5. .edu digunakan oleh lembaga pendidikan.
6. .net digunakan oleh penyelenggara network.
Sumber yang sama menyatakan, untuk
pengaturan penamaan situs internet yang telah terbentuk suatu lembaga
registrasi yang bernama ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers).
Indonesia hal tersebut ditangani oleh IDNIC (Indonesian Network Information Center) yaitu suatu lembaga registrasi yang pengaturan penamaan domain CCTLD. Di Indonesia penamaan tersebut diatur sebagai berikut:[17]
1. .ac.id untuk pendidikan
2. .co.id untuk penggunaan komersial
3. .or.id untuk organisasi
4. .net.id untuk provider internet
5. .mil.id untuk militer
6. .web.id untuk situs web (situs)
Dalam perkembangannya sengketa mengenai
nama domain ini semakin meningkat, oleh karenanya ICANN menyusun suatu
prosedur penyelesaian sengketa yang berupa lembaga yang disebut URDP (Uniform Domain Name Dispute-Resolution).
Penyelesaian dilakukan pada pembatalan dan perintah untuk menyerahkan
nama domain kepada yang berhak. Penyelesaian melalui URDP dapat melalui
penyelenggaraan arbitrase (arbitration provider) seperti WIPO (World Intelectual Property Organization), NAF (the National Arbitration Forum), DeC (Disputes.org/eResolution Consortium) dan CPR (Institute for Dispute Resolution).
Syarat agar sengketa dapat dibawa ke URDP yaitu:[18]
- Domain name yang dipersengketakan serupa atau sangat mirip dengan trade mark atau service mark yang dimiliki oleh penggugat.
- Pemegang nama domain tidak mempunyai hak atau kepentingan yang nyata atas nama yang dipersengketakan.
- Nama domain tersebut telah didaftarkan dan digunakan dengan itikad buruk (bad faith).
Cybersquatting kasus mustika-ratu.com
Cybersquatting kasus
mustika-ratu.com saat itu menjadi perdebatan yang cukup menarik, hal
tersebut karena pengaturan mengenai nama domain ini belum jelas di
Indonesia. Penyelesaian kasus ini berjalan melalui pengadilan, padahal
ketentuan internasional menyatakan pengaturan nama situs internet
melalui lembaga registrasi ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers). Di Indonesia hal tersebut diatur oleh lembaga IDNIC (Indonesian Network Information Center).
ICANN sendiri telah menetapkan bahwa jika terjadi sengketa nama domain
dalam perkembangannya maka diselesaikan melalui lembaga yang disebut
URDP (Uniform Domain Name Dispute-Resolution).
Kasus mustika-ratu.com ini memenuhi
syarat untuk dapat diajukan pada lembaga URDP, namun menjadi
permasalahan adalah sejauh mana pertimbangan pengadilan atas keputusan
URDP tersebut. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi pihak Mustika
Ratu membawa persoalan cybersquatting ini melalui pengadilan.
Hanya saja penyelesaian melalui pengadilan ini semestinya dilakukan
menggunakan hukum perdata bukan pidana, namun cybersquatting
mustika-ratu.com melalui jalur hukum pidana yang akhirnya sampai pada
putusan Mahkamah Agung yang menghukum pidana 4 bulan pada Tjandra
Sugiono.
Berkaca dari hal tersebut perlu kita ingat, bahwa tujuan hukum menurut Gustav Radbruch yaitu:[19]
1. Keadilan (nilai dasar)
2. Kepastian hukum (nilai instrumental)
3. Kemanfaatan (nilai praktis)
Kasus Cybersquatting mustika-ratu.com berdasarkan asas ius curia novit
maka sudah tepat hakim tahu mengenai ketentuannya untuk memberikan
perlindungan terhadap pihak Mustika Ratu walaupun hukum positif kita
belum mengaturnya akan tetapi dalam pelaksanaannya tidaklah memberikan
rasa keadilan pada Tjandra Sugiono, karena penyelesaian kasus ini
semestinya melalui lembaga yang telah tentukan (UDRP) dan diselesaikan
secara perdata. (inilah mengapa keadilan merupakan hal yang relatif,
adil disatu pihak belum tentu adil bagi pihak lainnya). Prosedur
penyelesaian sengketa nama domain ini sudah diatur oleh ICANN sebagai
lembaga internasional yang mengatur registrasi nama domain, di Indonesia
penyelesaiannya melalui UDRP, jika salah satu pihak tidak puas terhadap
hasil dari UDRP maka ini menjadi kewenangan pengadilan sampai
sejauhmanakah mempertimbangkan hasil dari UDRP tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa penyelesaian
melalui UDRP ini yang didahulukan, diselesaikan diantara para pihak.
Prosedur seperti itu yang semestinya dilaksanakan dengan tersedia
aturan-aturan hukum yang jelas (jernih), konsisten, dan mudah diperoleh (accessible),
diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) negara, sehingga hasil
dari penyelesaian tersebut dapat memberikan manfaat berkaitan dengan
kasus cyber crime yang mendatang khususnya berkaitan dengan cybersquatting, yang memerlukan pengaturan lebih lanjut.
Eddy O.S. Hiariej berpendapat bahwa
kejahatan dunia maya pada dasarnya sama dengan kejahatan dunia nyata,
hanya modus operandinya saja yang berbeda (cara melakukan kejahatannya
yang modern), maka cybersquatting dapat dikenakan pada
ketentuan yang berkaitan dengan persaingan curang karena saat itu
Tjandra Sugiono mendaftarkan nama domain mustika-ratu.com bukan sebagai
kapasitas yang berhak dari pihak Mustika Ratu, tetapi merupakan orang
yang berkapasitas dalam pihak seteru dari Mustika Ratu, dengan demikian
menjadi pertanyaan selanjutnya apakah tujuan dari pendaftaran nama
domain tersebut walaupun pihak Mustika Ratu sendiri telah mempunyai nama
domain mustika-ratu.co.id. Hanya saja karena nama domain yang
didaftarkan tersebut sangat mirip dengan trade mark atau service mark pihak Mustika Ratu, sehingga wajar bila ada niatan tidak baik (bad faith).
Kasus mustika-ratu.com semula dijerat
dengan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun di tingkat Pengadilan
Negeri hal tersebut tidak memenuhi ketentuan yang ada. Kemudian dijerat
Pasal 382 KUHP ditingkat Kasasi, hal ini yang menjadi perdebatan karena
apakah tepat jika penyelesaian nama domain tersebut diselesaikan melalui
jalur pidana karena semestinya merujuk pada ketentuan internasional
bahwa penyelesaiannya melalui UDRP. Pengaturan mengenai cyber ini mesti mendapat perhatian serius dari pemerintah, cybersquatting ini
bukan hanya sebatas masalah nama domain saja karena dilihat dari latar
belakang perkembangan kasusnya melibatkan juga persaingan bisnis antara
dua perusahaan besar Indonesia.
E. Penutup
Memang tidak ada larangan untuk
menggunakan nama yang sama, namun bukan berarti tidak perlu ada
peraturan yang mengatur hal ini, karena sebenarnya ada nama-nama yang
tidak boleh atau tidak pantas digunakan oleh pihak yang tidak ada
hubungannya dengan nama tersebut, hanya untuk mengambil keuntungan dari
kepopuleran nama tersebut. Demikian pula nama-nama yang telah menjadi brade-name yang telah terdaftar sebagai trade mark di Negara lain dan telah dipakai secara internasional.[20]
Perlindungan terhadap penyalahgunaan alamat situs web (domain name/nama domain) perkara cybersquatting
mustika-ratu.com sebenarnya sudah diatur penyelesaian berdasarkan
ketentuan internasional, hendaknya ini yang menjadi acuan untuk
menyelesaikan sengketa nama domain tersebut. Cukup banyak kasus mengenai
nama domain ini, seperti kasus Mc.Donalds, sony-france.com dan sony-fr.com, yang kemudian diselesaikan melalui prosedur seperti yang telah di tentukan oleh ICANN. Cybersquatting mustika-ratu.com disinyalir merupakan kasus cyber crime pertama di Indonesia dan cybersquatting pertama yang penyelesaiannya menggunakan jalur hukum pidana di pengadilan.
Sumber: http://www.ricardosiregar.com/penyalahgunaan-alamat-situs-web-domain-namenama-domain-perkara-cybersquatting-pada-kasus-mustika-ratu-com/
Referensi tulisan:
[1]Peter Stephenson, Investigating Computer-Related Crimes: A Handbook For Corporate Investigators, CRC Press 2000. Diresume oleh Ach. Taher dan Idris Salis, slide. 1.
[2]Eddy
O.S. Hiariej, Bahan Ajar Kejahatan Dunia Maya, Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Lihat juga Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara: Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2006, hlm. 8.
[3]James R. Richards, Transnational
Criminal Organizations, Cybercrime, and Money Laundering: A Handbook
for Law Enforcement Officers, Auditors, and Financial Investigations, CRC Press 1999. Diresume oleh Fahmi Yanuar Siregar, hlm. 28.
[4] V.D. Dudeja, Cyber Crime And Law Volume-2,Commonwealth 2002. Diresume oleh Muhammad Aly, hlm. 5.
[5]Ian J. LIoyd, Information Technology Law 3 th Edition, Butterworths 2002. Diresume oleh Ridza Khasnatahar dan Yusup Suparman., hlm. 6.
[6]Ibid, hlm. 5.
[7]V.D. Dudeja, Cyber Crime And Law Volume-2, op. cit, hlm. 10.
[8]Andrew M. Collarick, Cyber Crime: Political Economic and Implications,IDEA Group Publishing 2006. Diresume oleh Said, hlm. 4.
[9]V.D. Dudeja, Cyber Crime And Law Volume-1, Commonwealth 2002. Diresume oleh Agustina Merdekawati, hlm. 3.
[10]Asril Sitompul, Hukum Internet: Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Di Cyberspace, Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, hlm. xiii.
[11]Donny B.U, Kasus Mustika-Ratu.com: 3 Pertempuran Senilai Rp 100 Miliar, tulisan ini pernah dimuat oleh Detikcom, 26 Oktober 2001, Penulis adalah Koordinator ICT Watch dan Jurnalis TI Independen.
[12]www.solusihukum.com, Kasus: MA Memutuskan Perkara Domain, 9 Mei 2003, diakses 25 April 2007.
[13]Sebagian tulisan diambil dari sumber Donny B.U, Kasus Mustika-Ratu.com: 3 Pertempuran Senilai Rp 100 Miliar,
tulisan ini pernah dimuat oleh Detikcom, 26 Oktober 2001, Penulis
adalah Koordinator ICT Watch dan Jurnalis TI Independen, diakses
tanggal 25 April 2007dan www.google.com (search engine google), Nama Domain Milik Siapa?, 2003, diakses tanggal 21 April 2007.
[14] Wahyu Hidayat, Kamus Teknologi Komputer: Komputer-Internet, Sarana Ilmu, Surabaya Tanpa Tahun, hlm. 125.
[15]Asril Sitompul, op. cit, hlm. 8.
[16] Ibid, hlm. 10.
[17] Ibid, hlm. 11.
[18]Asril Sitompul, op. cit, hlm. 14.
[19]Marsudi
Triatmodjo, Silabus Kuliah Perdana Hukum Laut, Selasa 13 febuari 2007,
Ruang Sidang I Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
[20]Asril Sitompul, op. cit, hlm.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar